TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK
(Buya Hamka)
ADRIANSYAH PUTRA
|
02
|
ASTI INTAN PRASUCI
|
05
|
ASTRI PUTRI YULIANI
|
06
|
ILHAM FADILAH
|
16
|
MERY HAFIFAH
|
20
|
NENG ERMA HENDRIYANI
|
24
|
PANJI MIFTAHUL H.
|
26
|
RIZQI ARIESTA TAUFIK
|
30
|
SYIFA MAULIDINA P.
|
33
|
XI MIPA 3
|
|
TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK
(Buya Hamka)
Sutradara :
Adriansyah
Astradara :
Ilham Fadilah
Penulis Naskah :
Asti Intan Prasuci
Pemain :
1.
Neng Erma Hendriyani (Hayati) Protagonis
2.
Ilham Fadillah (Zainudin) Protagonis
3. Adriansyah Putra (Aziz) Tritagonis
4.
Panji Miftahul H. (Muluk) Protagonis
5.
Syifa Maulidina Putri (Trian) Tritagonis
6.
Astri Putri Yuliani (Siti) Protagonis
7.
Mery Hafifah Nuraeni (Yuni) Protagonis
8.
Asti Intan Prasuci (Taufik,Dokter
dan Narator) Protagonis
9.
Rizqi Ariesta Taufik (Datuk) Tritagonis
BABAK I
Kisah ini dimulai ketika Zainudin
pergi ke desa batipuh di Padang. Sejak berumur 9 bulan, Zainuddin telah
ditinggalkan Daeng Habibah ibunya, menyusul kemudian ayahnya yang bernama
Pendekar Sutan. Di Padang ia tinggal di
rumah saudara ayahnya, Made Jamilah.
Suatu
ketika, hujan turun dengan lebatnya. Zainudin berteduh di sebuah rumah. Zainudin pun mengungkapkan perasaannya
kepada Hayati.
1.) Zainudin : “Hayati
mari kita berteduh.”
2.) Hayati : “Ya tuan, hujan semakin lebat.”
3.) Zainudin :“Hayati.....
Setelah kedekatan kita beberapa hari ini, Saya
menaruh hati kepada engkau. Kecantikan
dan kebaikan mu telah
terdengar sampai keseluruh desa.”
4.) Hayati : (Menatap) “Jangan tuan terlalu
membanggakan kelebihan yang
saya punya.”
5.)
Zainudin :
“Hayati, sebenarnya ada hal yang ingin kusampaikan.”
6.)
Hayati :
“Apa itu tuan Zainudin?”
7.)
Zainudin :
“Saya jatuh cinta kepadamu, kepada kelembutan dan keteduhan
jiwamu. Maukah Engkau
menjadi kekasih hatiku?”
8.)
Hayati : “Saya
pun mencintai tuan. Bagai mencintai diri Saya sendiri.
Saya bersedia.”
Tiba-tiba tiga penduduk
desa datang
9.)
Yuni :
“Lihat mereka, dua anak manusia yg sedang jatuh cinta. Itu...
Tuan Zainudin dan Hayati
kan??”
10.) Trian : “Benar. Mereka sangat serasi! Tetapi,(Berpikir) bukankah kita
tak boleh berkekasih
orang yang berlainan suku dengan kita?”
11.) Yuni : “Tapi mereka tampaknya saling mencintai. Apa
pantas kita memutuskan kedekatan mereka? Tak tega
rasanya.”
12.) Taufik : “Aku ingin seperti mereka.”
13.) Trian : “Haaa???? Seperti mereka? Siapa jodoh kau Taufik?”
14.) Taufik : “Jangan menganggap remeh! Kau tak tahu saja.
Barangkali aku
lebih jago dalam hal
ini.”
15.) Yuni : “Kau ini ada-ada saja(Tertawa menyindir). Siapa
yang mau
dengan Engkau? Si Laras,
yang anak Tuan kadi itu?”
16.) Taufik : (Tertawa malu).
Tiba – tiba datang
seorang gadis desa suruhan datuk.
17.) Siti : “Tuan zainudin, datuk ingin
bertemu denganmu.”
18.) Zainudin : “Benarkah?”
19.) Siti : “Ya, Ia menyuruhmu untuk
untuk menunggunya disini.”
20.) Zainudin : “Baiklah aku akan menunggu beliau disini.”
21.) Hayati : “Apa yang akan dikatakan Datuk? Perasaan ku tak
enak.
Firasatku berkata bahwa
kita akan berpisah.”
22.) Siti : “Hayati, mari kau pulang dengan ku.”
23.) Hayati : “Tidak Siti, Aku ingin mendengar apa yang akan di
katakan
Datuk.”
24.) Zainudin :”Tenanglah Hayati. Semua akan baik-baik saja. Pulanglah
Hayati. (Melihat ke arah Hayati) Hati hati
dalam perjalananmu.
Siti tolong antarkan dia sampai ke rumah.”
25.) Siti : “Baik tuan.”
Mereka pun bertatapan
dan berpisah. Siti dan Hayati pun pergi.
26.) Datuk : “Zainudin, telah banyak nian pembicaraan orang yang
kurang enak kudengar terhadap dirimu dan diri kemanakan ku. Sekarang ku temui engkau untuk memberikan
nasehat, sebelum perbuatan berkelanjutan, lebih baik Tuan tinggalkan Batipuh
ini. Sebelum merusakkan nama kami dalam suku di
negeri ini.”
27.) Zainudin : “Mengapa Engkau berbicara demikian, sampai membawa nama
adat dan turunan?”
28.) Datuk : “Harus hal ini yang saya sampaikan. Hayati harus
menikah
dengan
orang bersuku berkaum kerabat. Pergilah pulang dan bergegaslah.
Dia akan kujodohkan dengan Azis pemuda terpandang dari desa seberang.”
29.) Zainudin : “Bukankah Ayah
saya juga orang padang?”
30.) Datuk : “Ya benar, tapi... Ibumu orang Mengkasar. Di negeri beradat ini kemanakan kami hanya boleh menikah dengan
bangsa berkaum dan beradat! Setelah kami bicarakan,
dia lebih baik menikah dengan Aziz, orang berkaum adat
padang.” (Melihat Zainudin).
31.) Zainudin : “Tapi kami saling mencintai.”
32.) Datuk : “Pergilah Zainudin dari negeri ini, demi kemaslahatan
Hayati. Jika
Engkau memang benar cinta kepada Hayati, pergilah. Biarkan
Hayati bahagia. Pikirkan itu anak muda.”
Datuk pun pergi. Dan Tak
berapa lama Muluk pun datang.
33.) Muluk : (Cemas) “Apa yang terjadi dengan Guru? Katakan Guru, Siapa yang
telah melukai hati Guru?”
34.) Zainudin : “Cintaku tak dapat bersatu dengan cinta Hayati. Dia telah di jodohkan dengan laki-laki berkaum adat, dan
terpandang. Ah nasib.” (Memegang kepala).
35.) Muluk : “Oh tuan Aziz, Saya kenal siapa dia. Dia tidak lebih baik dari
guru. Dia hanya memiliki kekayaan
dari Ayahnya. Dia sering berganti-ganti pasangan.”
36.) Zainudin : “Benarkah itu Muluk??”
37.) Muluk : “Ya Guru. Tapi tenanglah, Hayati akan kembali padamu..... Jika Aziz telah mati.”
38.) Zainudin : “Muluk, janganlah kau bergurau. Aku lagi tak berdaya. Hatiku sedang hancur.”
39.) Muluk : “Sudahlah Guru, lepaskanlah dia.(menemukan ide) Bukankah guru punya bakat mengarang yang cukup
bagus. Lebih baik kita pergi ke Surabaya untuk menyalurkan
bakat Guru sekaligus meninggalkan segala kenangan di
kota ini.”
40.) Zainudin : “Aku tak yakin tentang apa yang akan terjadi padaku kedepannya tanpa Hayati di dekatku.”
41.) Muluk : “Guru, percayalah. Taka ada yang sia-sia apabila kita telah melakukan semaksimal mungkin.”
42.) Zainudin : (bepikir sejenak) “Baiklah, Esok kita akan pergi. Kau akan menemaniku bukan?”
43.) Muluk : “Tentu Guru.” (Menepuk punggung Zainudin).
Mereka pun pergi ke Surabaya.
BABAK II
Di surabaya, Zainudin pun terkenal sebagai pengarang hebat dengan nama
samaran "Z",
Ia mendirikan perkumpulan tonil "Andalas", dan kehidupannya telah
berubah menjadi orang terpandang karena pekerjaannya. Zainuddin pun melanjutkan
usahanya dengan mendirikan penerbitan buku-buku.
Ketika itu,
Zinudin menggelar pertunjukan drama. Aziz dan Hayatipun di undang. Dan
pertemuan pun terjadi.
44.) Zainudin : “Oh.. Tuan Aziz! Dan... Hayati.”(Sambil
membungkuk sembari memberi hormat)
45.) Aziz : “Tuan Zainudin??”
46.) Zainudin : “Ya benar. Ternyata kita berjumpa
disini.”
47.) Aziz : “Ternyata orang yang mensutradarai drama ini adalah Tuan Aziz,
yang berarti
Sahabat kami kan?” (Melihat ke arah Hayati)
48.) Zainudin : “Benar sekali tuan. Sudah lama
tinggal di kota Surabaya ini?”
49.) Aziz : “Kami baru tiga bulan, karna pekerjaan. Saya ditugaskan untuk pindah ke Surabaya.”
50.) Zainudin : “Ajaib, sekian lama di Surabaya
baru sekali ini bertemu. (Tersenyum). Besok, boleh tuan ke rumah
saya.
51.) Aziz : (Aziz menerima telpon) “Baik tuan, Besok ada juga yang ingin saya katakan.”
52.) Zainudin : “Sepertinya, Tuan menerima kabar
yang buruk. Lebih baik tuan ceritakan sekarang. Barangkali saya dapat
membantu.”
53.) Aziz : (Berpikir sejenak, sambil melihat ke Hayati) “Lebih baik Adinda nikmati pertunjukan Tonil, karya Tuan
Zainudin. Ada yang perlu kanda ceritakan kepada Zainudin.”
54.) Hayati : “Baiklah Kanda.” (Hayati keluar)
55.) Aziz : “Saudara, Saya bermaksud menitipkan Hayati kepada Tuan Aziz.” (Melihat ke arah Hayati)
56.) Zainudin : “Mengapa Tuan bicara demikian?
Apa kabar yang Tuan terima?”
57.) Aziz : “Begini tuan, mungkin pada saat inilah Tuhan membalas segalanya. Saya telah melarat sekarang.
Saya telah dipecat dari pekerjaan saya. Saya khawatir akan nasib
Hayati.”
58.) Zainudin : “Kalau begitu, untuk sementara
waktu, tinggalah terlebih dahulu di rumah saya sampai tuan mendapatkan
pekerjaan.”
59.) Aziz : “Tidak tuan, budi baik Saudara sudah terlalu besar kepada saya. Tak
ada balasan dari saya.”
60.) Zainudin : “Itu bukan jasa, itu hanya
kewajiban seorang sahabat kepada sahabatnya.”
61.) Aziz : (Tersenyum) “Terlalu baik Saudara ini. Esok Saya akan pergi ke luar kota mencari pekerjaan. Saya tetap akan
menitipkan Hayati disini.”
62.) Zainudin : (Berpikir sejenak) “Baiklah, saya
tidak keberatan istri saudara tinggal disini.Tetapi, pikirkanlah kembali
keputusan Saudara.” (Memegang pundak Aziz)
63.) Aziz : “Keputusan Saya telah buat Tuan Zainudin.”
64.) Zainudin : “Baiklah kalau demikian, kalau
pekerjaan sudah tuan dapatkan, boleh Hayati tuan jemput atau Saya juga
bersedia mengantarkannya.”(Rangkulan)
65.) Aziz : “Saya percayakan Hayati sepenuhnya kepada engkau tuan.”
66.) Zainudin : “Saya akan berusaha
semaksimal mungkin. Lebih baik untuk malam ini tuan Aziz dan Hayati ikut saya
pulang dan beristirahat di rumah saya. Besok baru
tuan pergi ke luar kota. Tuan kelihatan sangat lelah.”
67.) Aziz : “Baiklah tuan, Saya pun kasihan melihat Hayati. Dia pasti terpukul berita ini. (memanggil Hayati)
Hayati... Hayati... Mari kita pulang tuan Zainudin.”
68.) Hayati : “Di rumah tuan Zainudin? Mengapa?
Apa yang terjadi kanda?”
69.) Aziz : Tidak ada apa-apa
Hayati. Tuan Zainudin menawarkan ku pertolongan, tak baik jika kita
menolaknya.”
70.) Hayati : “Baiklah kanda.”
Mereka pun pergi bersama-sama.
BABAK III
Setelah kepergian Aziz, keesokan harinya terdengarlah kabar bahwa Aziz
telah meninggal dunia, dan datang sebuah surat berisi pesan dari Aziz bahwa
untuk meminang Hayati sebagai istri Zainudin.
71.) Zainudin : “Duduklah, sudahkah engkau membaca
surat dari suamimu?”
72.) Hayati : “Sudah, apa yg harus saya lakukan.
Dia telah pergi meninggalkan
aku.
Bagaimana dengan nasib saya? Maukah Engkau
mengulang kisah kita dulu?”
73.) Zainudin : “Maaf hayati...”
74.) Hayati : “Mengapa engkau menjawab sekejam
itu kepadaku,Zainudin? Sekalikah pupus dari hatimu keadaan kita? Jangan kau
jatuhkan
kepadaku hukuman yang begitu ngeri.”
75.) Zainudin :”Begitulah perempuan, dia hanya
ingat kekejaman orang
Kepadanya. Dan kekejaman dirinya
sendiri kepada orang lain.
Bukankah kau telah seketika saya diusir. Kau berjanji akan bersamaku,
tapi kenyataannya apa?? Sudahlah Hayati lebih baik kau pulang sekarang.”
76.) Hayati : Tidak Zainudin, Saya
tak akan pergi. Saya tak perlu kau beri
makan. Saya perlu dekat kau,
Zainudin.”
77.) Zainudin :”Tidak Hayati! Kau mesti pulang ke
padang. Negeri minang
kabau. Besok hari senin kapal VAN
DER WIJK akan berangkat dari Surabaya
ke Tanjung Periok. Lalu akan terus
ke Padang (sambil menyerahkan sejumlah uang) gunakanlah uang ini Hayati.”
(Pergi ke belakang)
Mendengar perkataan Zainudin, Hayati pun merasakan keecewaan mendalam. Dan
Muluk pun masuk.
78.) Muluk : “Sudahkah kau siap meninggalkan Zainudin
?”
79.) Hayati : “Sudah, tanda peringatan apakah
yang akan dapat dibawa dari
rumah ini, bang Muluk?”
80.) Muluk : “Bawa sajalah ini (memberikan foto
Zainudin) sekurang –
kurangnya
akan menjadi peringatan.”
81.) Hayati : (menerima foto dan meletakan
kedalam tasnya).
82.) Muluk : “Mengapa tidak disimpan didalam
peti ?”
83.) Hayati : “Supaya mudah membawanya kalau
akan dilihat.”
84.) Muluk : “Hayati, sebenarnya tak sampai
hatiku melepaskan engkau tetapi
apakah dayaku.”
85.) Hayati :”Sampai hati betul zainudin
menyuruhku pulang, tapi biarlah,
biarkanlah
aku pergi.”
Hayati pun pergi menuju pelabuhan dan berangkat dengan KAPAL VAN DER WIJCK.
86.) Zainudin : “Bang Muluk kemana Hayati? Apakah
dia sudah pergi?”
87.) Muluk : “Hayati telah pergi tuan 3 jam
yang lalu.”
88.) Zainudin : “Saya harus mengejarnya. Bang
muluk saya akan berangkat ke
Jakarta dengan kereta api nanti
malam. Hayati akan saya jemput kembali akan saya bawa pulang kemari.”
89.) Muluk : “Inilah keputusan yang sebaik
baiknya guru. Saya ikut guru.”
Ketika Zainudin berjalan beberapa langkah. Tiba-tiba penjual koran pun
datang dengan berita mengejutkan. Sebuah surat kabar terbit yg berisi kabar
bahwa kapal VAN DER WIJCK tenggelam. Mendengar kabar itu badan Zainudin gemetar
dan koran itu dibacanya terus. Zainudin pun langsung pergi ke rumah sakit
mencari Hayati.
90.) Zainudin : (Melihat ke arah koran) “Ah tak
kan sempat membaca koran sore
ini.”
91.) Muluk :
(Terkejut) “Tuan, sebentar. Bacalah ini.”
92.) Zainudin : “Kau ini Muluk membuang waktu saja. (Menerima dan
membacanya) Hayati.......”
93.) Muluk : Bangunlah Guru, lebih baik kita
cari Hayati di rumah Sakit.
Sesampainya di Rumah sakit.
94.) Dokter : “Anda tuan zainudin?”
95.) Zainudin : “Iya, darimana anda tau?”
96.) Dokter : “Ketika perempuan ini dibawa
kemari, kepalanya yg berdarah diikat dengan selendang ini. Dari dalam selendang
ini sebuah foto tertulis nama Zainudin”
97.) Zainudin : (melihat hayati) “Hayati....”
99.) Hayati : (terbangun) “Kau.. Zainudin...”
100.) Zainudin : “Iya
hayati, aku disini. Kuatkanlah kau menahan rasa sakit ini hayati.”
111.) Dokter : “Dia
terlalu parah, darah terlalu banyak keluar dari lukanya. Paru parunya pun penuh dengan air.”
112.) Zainudin : “Lakukan segala cara demi
kesembuhannya Dok. Lakukan..”
113.)Dokter : “Barang-barang di rumah sakit
ini tidak memadai.”
114.) Hayati : “Zainudin
(Memegang tangan Zainudin). Zainudin kekasihku, cahaya kematian telah terbayang
di muka ku. Cuman, jika ku mati..... hatiku telah senang, sebab.... Engkau telah ada di samping ku sekarang.”
115.) Zainudin : “Hayati,
kuatkanlah. Aku akan di sini menunggu sampai engkau sembuh. Tenanglah, hidupku
hanya untuk kau seorang Hayati.
116.) Hayati :
(Tersenyum) Dan rasa cintaku telah tenggelam dalam lautan kasih sayangmu.”
117.) Zainudin : (memegang tangan hayati). “Hayati...........”
Hayatipun telah pergi.
Sepeninggal hayati, Zainudin terus sakit-sakitan menahan kerinduan akan
hayati hingga akhirnya ia pun pergi menyusul hayati.
THE END