Rabu, 06 September 2017

HUJAN


Hujan, kini tetesanmu datang membasahi tanah
Hujan tidak sekedar hujan
Hujan memiliki arti banyak
Engkau penuh dengan kenangan
Dengan setiap turunnya hujan,
Kau mengingatkanku dengan yang lampau
Mengingatkan masa kenangan yang indah dengannya bersamamu
Hujan, kau mengingatkan sebuah kerinduan masa lalu
Setelah kini menjadi lalu, sudah tiada lagi yang bisa kukenang

Senin, 28 Agustus 2017

DRAMA VAN DR WIJCK

TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK
(Buya Hamka)





ADRIANSYAH PUTRA
02
ASTI INTAN PRASUCI
05
ASTRI PUTRI YULIANI
06
ILHAM FADILAH
16
MERY HAFIFAH
20
NENG ERMA HENDRIYANI
24
PANJI MIFTAHUL H.
26
RIZQI ARIESTA TAUFIK
30
SYIFA MAULIDINA P.
33
XI MIPA 3









TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK
(Buya Hamka)

Sutradara                     : Adriansyah
Astradara                     : Ilham Fadilah
Penulis Naskah : Asti Intan Prasuci
Pemain                         :
1.      Neng Erma Hendriyani (Hayati)                         Protagonis
2.      Ilham Fadillah (Zainudin)                                        Protagonis
3.      Adriansyah Putra (Aziz)                                         Tritagonis
4.      Panji Miftahul H. (Muluk)                                                Protagonis
5.      Syifa Maulidina Putri (Trian)                                   Tritagonis
6.      Astri Putri Yuliani (Siti)                              Protagonis
7.      Mery Hafifah Nuraeni (Yuni)                                  Protagonis
8.      Asti Intan Prasuci (Taufik,Dokter dan Narator)  Protagonis
9.      Rizqi Ariesta Taufik (Datuk)                                   Tritagonis
                                     

BABAK I
            Kisah ini dimulai ketika Zainudin pergi ke desa batipuh di Padang. Sejak berumur 9 bulan, Zainuddin telah ditinggalkan Daeng Habibah ibunya, menyusul kemudian ayahnya yang bernama Pendekar Sutan.  Di Padang ia tinggal di rumah saudara ayahnya, Made Jamilah.
            Suatu ketika, hujan turun dengan lebatnya. Zainudin berteduh di sebuah  rumah. Zainudin pun mengungkapkan perasaannya kepada Hayati.

1.)    Zainudin          : “Hayati mari kita berteduh.”
2.)    Hayati             : “Ya tuan, hujan semakin lebat.”
3.)    Zainudin          :“Hayati..... Setelah kedekatan kita beberapa hari ini, Saya
              menaruh hati kepada engkau. Kecantikan dan kebaikan mu telah
  terdengar sampai keseluruh desa.”
4.)    Hayati             : (Menatap) “Jangan tuan terlalu membanggakan kelebihan yang
                                saya punya.”
5.)    Zainudin          : “Hayati, sebenarnya ada hal yang ingin kusampaikan.”
6.)    Hayati             : “Apa itu tuan Zainudin?”
7.)    Zainudin          : “Saya jatuh cinta kepadamu, kepada kelembutan dan keteduhan
                           jiwamu. Maukah Engkau menjadi kekasih hatiku?”
8.)    Hayati             : “Saya pun mencintai tuan. Bagai mencintai diri Saya sendiri.
                            Saya bersedia.”

Tiba-tiba tiga penduduk desa datang

9.)    Yuni                 : “Lihat mereka, dua anak manusia yg sedang jatuh cinta. Itu...
                           Tuan Zainudin dan Hayati kan??”
10.)  Trian               : “Benar. Mereka sangat serasi! Tetapi,(Berpikir)  bukankah kita
                            tak boleh berkekasih orang yang berlainan suku dengan kita?”
11.)  Yuni                 : “Tapi mereka tampaknya saling mencintai. Apa pantas kita                      memutuskan kedekatan mereka? Tak tega rasanya.”
12.)  Taufik             : “Aku ingin seperti mereka.”
13.)  Trian               : “Haaa???? Seperti mereka? Siapa jodoh kau Taufik?”
14.)  Taufik             : “Jangan menganggap remeh! Kau tak tahu saja. Barangkali aku
                            lebih jago dalam hal ini.”
15.)  Yuni                 : “Kau ini ada-ada saja(Tertawa menyindir). Siapa yang mau
                            dengan Engkau? Si Laras, yang anak Tuan kadi  itu?”
16.)  Taufik             : (Tertawa malu).

Tiba – tiba datang seorang gadis desa suruhan datuk.

17.)  Siti                  : “Tuan zainudin, datuk ingin bertemu denganmu.”
18.)  Zainudin          : “Benarkah?”
19.)  Siti                   : “Ya, Ia menyuruhmu untuk untuk menunggunya disini.”
20.)  Zainudin          : “Baiklah aku akan menunggu beliau disini.”
21.)  Hayati             : “Apa yang akan dikatakan Datuk? Perasaan ku tak enak. 
                           Firasatku berkata bahwa kita akan berpisah.”
22.)  Siti                   : “Hayati, mari kau pulang dengan ku.”
23.)  Hayati             : “Tidak Siti, Aku ingin mendengar apa yang akan di katakan
                                   Datuk.”
24.)  Zainudin          :”Tenanglah Hayati. Semua akan baik-baik saja. Pulanglah
                                  Hayati. (Melihat ke arah Hayati) Hati hati dalam perjalananmu.
   Siti tolong antarkan dia sampai ke rumah.”
25.)  Siti                   : “Baik tuan.”

Mereka pun bertatapan dan berpisah. Siti dan Hayati pun pergi.

26.)  Datuk              : “Zainudin, telah banyak nian pembicaraan orang yang
kurang enak kudengar terhadap dirimu dan diri kemanakan ku.   Sekarang ku temui engkau untuk memberikan nasehat, sebelum perbuatan berkelanjutan, lebih baik Tuan tinggalkan Batipuh ini. Sebelum merusakkan nama kami dalam suku di
negeri ini.”
27.)  Zainudin          : “Mengapa Engkau berbicara demikian, sampai membawa nama
                           adat dan turunan?”

28.)  Datuk              : “Harus hal ini yang saya sampaikan. Hayati harus menikah
   dengan orang bersuku berkaum kerabat. Pergilah pulang dan     bergegaslah.  Dia akan kujodohkan dengan Azis pemuda                         terpandang dari desa seberang.”
29.)  Zainudin          :  “Bukankah Ayah saya juga orang padang?”
30.)  Datuk              : “Ya benar, tapi... Ibumu orang Mengkasar. Di negeri beradat ini                          kemanakan kami hanya boleh menikah dengan bangsa                               berkaum dan beradat! Setelah kami bicarakan, dia lebih baik                   menikah dengan Aziz, orang berkaum adat padang.” (Melihat                            Zainudin).
31.)  Zainudin          : “Tapi kami saling mencintai.”
32.)  Datuk              : “Pergilah Zainudin dari negeri ini, demi kemaslahatan Hayati.                    Jika Engkau memang benar cinta kepada Hayati, pergilah.                    Biarkan Hayati bahagia. Pikirkan itu anak muda.”


Datuk pun pergi. Dan Tak berapa lama Muluk pun datang.

33.)  Muluk             : (Cemas) “Apa yang terjadi dengan Guru? Katakan Guru, Siapa                          yang telah melukai hati Guru?”
34.)  Zainudin          : “Cintaku tak dapat bersatu dengan cinta Hayati. Dia telah di                    jodohkan dengan laki-laki berkaum adat, dan terpandang. Ah                       nasib.” (Memegang kepala).
35.)  Muluk             : “Oh tuan Aziz, Saya kenal siapa dia. Dia tidak lebih baik dari                   guru. Dia hanya memiliki kekayaan dari Ayahnya. Dia sering                      berganti-ganti pasangan.”
36.)  Zainudin          : “Benarkah itu Muluk??”
37.)  Muluk             : “Ya Guru. Tapi tenanglah, Hayati akan kembali padamu..... Jika                          Aziz telah mati.”
38.)  Zainudin          : “Muluk, janganlah kau bergurau. Aku lagi tak berdaya.  Hatiku                            sedang hancur.”
39.)  Muluk             : “Sudahlah Guru, lepaskanlah dia.(menemukan ide) Bukankah                  guru punya bakat mengarang yang cukup bagus. Lebih baik                          kita pergi ke Surabaya untuk menyalurkan bakat Guru                                 sekaligus meninggalkan segala kenangan di kota ini.”
40.)  Zainudin          : “Aku tak yakin tentang apa yang akan terjadi padaku                              kedepannya tanpa Hayati di dekatku.”
41.)  Muluk             : “Guru, percayalah. Taka ada yang sia-sia apabila kita telah                      melakukan semaksimal mungkin.”
42.)  Zainudin          : (bepikir sejenak) “Baiklah, Esok kita akan pergi. Kau akan                 menemaniku bukan?”
43.)  Muluk             : “Tentu Guru.” (Menepuk punggung Zainudin).

Mereka pun pergi ke Surabaya.
BABAK II

Di surabaya, Zainudin pun terkenal sebagai pengarang hebat dengan nama samaran "Z", Ia mendirikan perkumpulan tonil "Andalas", dan kehidupannya telah berubah menjadi orang terpandang karena pekerjaannya. Zainuddin pun melanjutkan usahanya dengan mendirikan penerbitan buku-buku. 

Ketika itu, Zinudin menggelar pertunjukan drama. Aziz dan Hayatipun di undang. Dan pertemuan pun terjadi.

44.)  Zainudin          : “Oh.. Tuan Aziz! Dan... Hayati.”(Sambil membungkuk sembari                            memberi hormat)
45.)  Aziz                 : “Tuan Zainudin??”
46.)  Zainudin          : “Ya benar. Ternyata kita berjumpa disini.”
47.)  Aziz                 : “Ternyata orang yang mensutradarai drama ini adalah Tuan Aziz,
                           yang berarti Sahabat kami kan?” (Melihat ke arah Hayati)
48.)  Zainudin          : “Benar sekali tuan. Sudah lama tinggal di kota Surabaya ini?”
49.)  Aziz                 : “Kami baru tiga bulan, karna pekerjaan. Saya ditugaskan untuk                           pindah ke Surabaya.”
50.)  Zainudin          : “Ajaib, sekian lama di Surabaya baru sekali ini bertemu.                                      (Tersenyum). Besok, boleh tuan ke rumah saya.
51.)  Aziz                 : (Aziz menerima telpon) “Baik tuan, Besok ada juga yang ingin                 saya katakan.”
52.)  Zainudin          : “Sepertinya, Tuan menerima kabar yang buruk. Lebih baik tuan                           ceritakan sekarang. Barangkali saya dapat membantu.”
53.)  Aziz                 : (Berpikir sejenak, sambil melihat ke Hayati) “Lebih baik Adinda                         nikmati pertunjukan Tonil, karya Tuan Zainudin. Ada yang perlu                           kanda ceritakan kepada Zainudin.”
54.)  Hayati             : “Baiklah Kanda.” (Hayati keluar)
55.)  Aziz                 : “Saudara, Saya bermaksud menitipkan Hayati kepada Tuan                     Aziz.” (Melihat ke arah Hayati)
56.)   Zainudin         : “Mengapa Tuan bicara demikian? Apa kabar yang Tuan terima?”
57.)  Aziz                 : “Begini tuan, mungkin pada saat inilah Tuhan membalas                                        segalanya. Saya telah melarat sekarang. Saya telah dipecat dari                      pekerjaan saya. Saya khawatir akan nasib Hayati.”
58.)  Zainudin          : “Kalau begitu, untuk sementara waktu, tinggalah terlebih dahulu                           di rumah saya sampai tuan mendapatkan pekerjaan.”
59.)  Aziz                 : “Tidak tuan, budi baik Saudara sudah terlalu besar kepada saya.                         Tak ada balasan dari saya.”
60.)  Zainudin          : “Itu bukan jasa, itu hanya kewajiban seorang sahabat kepada                              sahabatnya.”
61.)  Aziz                 : (Tersenyum) “Terlalu baik Saudara ini. Esok Saya akan pergi ke                         luar kota mencari pekerjaan. Saya tetap akan menitipkan Hayati                 disini.”
62.)  Zainudin          : (Berpikir sejenak) “Baiklah, saya tidak keberatan istri saudara                            tinggal disini.Tetapi, pikirkanlah kembali keputusan Saudara.”                  (Memegang pundak Aziz)
63.)  Aziz                 : “Keputusan Saya telah buat Tuan Zainudin.”
64.)  Zainudin          : “Baiklah kalau demikian, kalau pekerjaan sudah tuan dapatkan,                           boleh Hayati tuan jemput atau Saya juga bersedia                                   mengantarkannya.”(Rangkulan)
65.)  Aziz                 : “Saya percayakan Hayati sepenuhnya kepada engkau tuan.”
66.)  Zainudin          : “Saya akan berusaha semaksimal mungkin. Lebih baik untuk                     malam ini tuan Aziz dan Hayati ikut saya pulang dan                                         beristirahat di rumah saya. Besok baru tuan pergi ke luar kota.                      Tuan kelihatan sangat lelah.”
67.)  Aziz                 : “Baiklah tuan, Saya pun kasihan melihat Hayati. Dia pasti                                     terpukul berita ini. (memanggil Hayati) Hayati... Hayati... Mari                     kita pulang tuan Zainudin.”
68.)  Hayati             : “Di rumah tuan Zainudin? Mengapa? Apa yang terjadi kanda?”
69.)  Aziz                 : Tidak ada apa-apa Hayati. Tuan Zainudin menawarkan                                     ku pertolongan, tak baik jika kita menolaknya.”
70.)  Hayati             : “Baiklah kanda.”


Mereka pun pergi bersama-sama.




BABAK III

Setelah kepergian Aziz, keesokan harinya terdengarlah kabar bahwa Aziz telah meninggal dunia, dan datang sebuah surat berisi pesan dari Aziz bahwa untuk meminang Hayati sebagai istri Zainudin.

71.)  Zainudin          : “Duduklah, sudahkah engkau membaca surat dari suamimu?”
72.)  Hayati             : “Sudah, apa yg harus saya lakukan. Dia telah pergi meninggalkan
                            aku. Bagaimana dengan nasib saya? Maukah Engkau
                            mengulang kisah kita dulu?”
73.)  Zainudin          : “Maaf hayati...”
74.)  Hayati             : “Mengapa engkau menjawab sekejam itu kepadaku,Zainudin?                             Sekalikah pupus dari hatimu keadaan kita? Jangan kau jatuhkan
    kepadaku hukuman yang begitu ngeri.”
75.)  Zainudin          :”Begitulah perempuan, dia hanya ingat kekejaman orang
Kepadanya. Dan kekejaman dirinya sendiri kepada orang lain.          Bukankah kau telah seketika saya diusir. Kau berjanji akan bersamaku, tapi kenyataannya apa?? Sudahlah Hayati lebih baik kau pulang sekarang.”
76.)  Hayati             : Tidak Zainudin, Saya tak akan pergi. Saya tak perlu kau beri
   makan. Saya perlu dekat kau, Zainudin.”
77.)  Zainudin          :”Tidak Hayati! Kau mesti pulang ke padang. Negeri minang
kabau. Besok hari senin kapal VAN DER WIJK akan berangkat   dari Surabaya ke Tanjung Periok. Lalu akan terus ke Padang (sambil menyerahkan sejumlah uang) gunakanlah uang ini Hayati.” (Pergi ke belakang)

Mendengar perkataan Zainudin, Hayati pun merasakan keecewaan mendalam. Dan Muluk pun masuk.

78.)  Muluk             : “Sudahkah kau siap meninggalkan Zainudin ?”
79.)  Hayati             : “Sudah, tanda peringatan apakah yang akan dapat dibawa dari
    rumah ini, bang Muluk?”
80.)  Muluk             : “Bawa sajalah ini (memberikan foto Zainudin) sekurang –
                            kurangnya akan menjadi peringatan.”
81.)  Hayati             : (menerima foto dan meletakan kedalam tasnya).
82.)  Muluk             : “Mengapa tidak disimpan didalam peti ?”
83.)  Hayati             : “Supaya mudah membawanya kalau akan dilihat.”
84.)  Muluk             : “Hayati, sebenarnya tak sampai hatiku melepaskan engkau tetapi
    apakah dayaku.”
85.)  Hayati             :”Sampai hati betul zainudin menyuruhku pulang, tapi biarlah,
                           biarkanlah aku pergi.”

Hayati pun pergi menuju pelabuhan dan berangkat dengan KAPAL VAN DER WIJCK.


86.)  Zainudin          : “Bang Muluk kemana Hayati? Apakah dia sudah pergi?”
87.)  Muluk             : “Hayati telah pergi tuan 3 jam yang lalu.”
88.)  Zainudin          : “Saya harus mengejarnya. Bang muluk saya akan berangkat ke
Jakarta dengan kereta api nanti malam. Hayati akan saya jemput kembali akan saya bawa pulang kemari.”
89.)  Muluk             : “Inilah keputusan yang sebaik baiknya guru. Saya ikut guru.”


Ketika Zainudin berjalan beberapa langkah. Tiba-tiba penjual koran pun datang dengan berita mengejutkan. Sebuah surat kabar terbit yg berisi kabar bahwa kapal VAN DER WIJCK tenggelam. Mendengar kabar itu badan Zainudin gemetar dan koran itu dibacanya terus. Zainudin pun langsung pergi ke rumah sakit mencari Hayati.

90.)  Zainudin          : (Melihat ke arah koran) “Ah tak kan sempat membaca koran sore
   ini.”
91.) Muluk             : (Terkejut) “Tuan, sebentar. Bacalah ini.”
92.) Zainudin          : “Kau ini Muluk membuang waktu saja. (Menerima dan
  membacanya) Hayati.......”
     93.) Muluk             : Bangunlah Guru, lebih baik kita cari Hayati di rumah Sakit.

Sesampainya di Rumah sakit.

     94.) Dokter            : “Anda tuan zainudin?”
     95.) Zainudin          : “Iya, darimana anda tau?”
     96.) Dokter            : “Ketika perempuan ini dibawa kemari, kepalanya yg berdarah diikat dengan selendang ini. Dari dalam selendang ini sebuah foto tertulis nama Zainudin”
    97.) Zainudin           : (melihat hayati) “Hayati....”
    99.) Hayati              : (terbangun) “Kau.. Zainudin...”
100.) Zainudin         : “Iya hayati, aku disini. Kuatkanlah kau menahan rasa sakit ini hayati.”
111.) Dokter           : “Dia terlalu parah, darah terlalu banyak keluar dari lukanya. Paru       parunya pun penuh dengan air.”
    112.) Zainudin         : “Lakukan segala cara demi kesembuhannya Dok. Lakukan..”
    113.)Dokter            : “Barang-barang di rumah sakit ini tidak memadai.”
114.) Hayati            : “Zainudin (Memegang tangan Zainudin). Zainudin kekasihku, cahaya kematian telah terbayang di muka ku. Cuman, jika ku mati..... hatiku telah senang, sebab....  Engkau telah ada di samping ku sekarang.”
115.) Zainudin          : “Hayati, kuatkanlah. Aku akan di sini menunggu sampai engkau sembuh. Tenanglah, hidupku hanya untuk kau seorang Hayati.
116.) Hayati             : (Tersenyum) Dan rasa cintaku telah tenggelam dalam lautan kasih sayangmu.”
117.) Zainudin          : (memegang tangan hayati). “Hayati...........”



Hayatipun telah pergi.

Sepeninggal hayati, Zainudin terus sakit-sakitan menahan kerinduan akan hayati hingga akhirnya ia pun pergi menyusul hayati.


                                                            THE END

AKHIR

kita tak tahu sampai kapan hubungan berakhir dan hilang begitu saja. kemarin, bahkan hari ini pagi masih fine dan malam udah not fine. hub...